Senin, 12 Januari 2015
Terkait Penyitaan Paksa Sepeda Motor Gunakan Satu TNKB (bag 1)
Sekjen LSM GERAK John W SIjabat
Arogan, Intimidasi Cermin Ketidaksiapan Polri
WANTARA, Bekasi
Tindakan penyitaan paksa sepeda motor yang mengunakan satu Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) serta pemberian hukuman tambahan Push Up di ruangan staf pada saat melakukan pembayaran denda tilang kepada pengendara yang mempertanyakan Surat Perintah Tugas (Sprintug) dan Perlengkap razia oleh Kasat Lantas Polresta Bekasi Kota, Kompol Heri Ompusunggu merupakan tindakan arogan dan intimidasi yang mencerminkan ketidaksiapan Polri dalam menempatkan pejabatnya.
Demikian dikatakan sekretaris Jendral (sekjen) DPP LSM GERAK, John W Sijabat kepada WANTARA, saat dimintakan tanggapannya terkait penyitaan paksa sepeda motor seorang wartawan pemula media ini pada Minggu 23 November 2014 lalu.
Ditambahkan John, apa yang dipertanyakan oleh pengemudi tersebut merupakan hal yang wajar terlebih lagi pemeriksaan tersebut dilakukan pada dini hari dan hanya dilakukan oleh dua orang petugas, terlepas petugas yang melakukan pemeriksaan tersebut adalah Kasat Lantas, bahkan Kapolri Sekali pun, kata John.
“Perlu disadari bahwa Negara kita adalah Negara hukum, semuah diatur oleh hukum” lanjut John. Pengendara tersebut dapat ditindak berdasarkan pelanggaran yang diatur dalam undang-undang, demikian juga siapa dan bagaimana cara melakukan penindakan juga dilakukan berdasarkan undang-undang pula. Terlebih lagi Polisi adalah Pelayan, Pengayom dan Pelindung masyarakat. Hal tersebut tertuang dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI, ujarnya.
Tindakan arogansi yang dimaksud John tersebut diantaranya adalah penyitaan paksa sepeda motor dengan alasan melawan petugas dan kendaraan tersebut hanya dipasangi 1 TNKB, bahkan adanya penambahan hukuman Push Up kepada pengendara dengan alasan terlalu berani melawan Kasat.
Selain arogan, tindakan tersebut sangat bertentangan dengan undang-undang yang mengatur bahwa tindakan penyitaan kendaraan bermotor hanya boleh dilakukan jika ; a) Kendaraan bermotor tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan yang sah pada waktu dilakukan pemeriksaan kendaraan bermotor dijalan; b) Pengemudi tidak memiliki Saurat Izin Mengemudi; c) terjadi pelanggaran atas persyaratan teknis dan persyaratan laik jalan Kendaraan Bermotor ; d) Kendaraan bermotor diduga berasal dari hasil tindak pidana atau digunakan untuk melakukan tindak pidana; atau e) kendaraan bermotor terlibat kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan meninggalnya orang atau luka berat.
“Hal tersebut tertuang dalam pasal 32 ayat (6), Peraturan Pemerintah RI Nomor 80 Tahun 2013 tentang Tata cara pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan dan penindakan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan. Dan di Peraturan tersebut tidak satupun pasal atau ayat yang mencantumkan hukuman Push Up bagi pelanggar lalu lintas. Jadi kalau ingin memberikan kebijakan berupa hukuman lain selain tilang ya monggo, tapi batalkan dulu tilangnya, jangan hukamannya digandakan. Itu namanya tindakan arogan dan kesewenang-wenangan yang dapat dikategorikan sebagai tindakan intimidasi dengan tujuan agar masyarakat takut dan petugas bebas melakukan tindakan ” tegas John.
Masih menurut John, pernyataan Kasat lantas yang mengatakan bahwa selaku Kasat Lantas untuk malakukan razia dirinya tidak memerlukan Sprin sebab dengan berpakaian dinas lengkap saja sudah cukup, terlebih lagi tindakan yang dilakukannya merupakan perintah langsung dari Kapolres perlu dicermati. Demikian juga pernyataan yang dilontarkannya kepada ES di ruang kerjanya di Mapolresta yang mengatakan bahwa sesunggunya Sprin ada dua macam yaitu Sprin langsung dan Sprin tertulis, dan menurutnya tindakan yang dilakukannya pada Minggu dini hari tersebut berdasarkan Sprin langsung, perlu dicermati.
Dalam pasal 15 Peraturan Pemerintah RI Nomor 80 Tahun 2013 tentang Tata cara pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan dan penindakan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan diatur bahwa; ayat (1) Petugas Kepolisan Negara RI atau Penyidik PNS di bidang lalu lintas dan angkutan jalan yang melakukan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan secara berkala atau insidentil atas dasar OPerasi Kepolisian dan/atau penanggulangan kejahatan wajib dilengkapi dengan surat perintah tugas.
Tidak ada alasan karena jabatan maupun kepangkatan untuk melakukan kegiatan pemeriksaan kendaraan bermotor dengan tidak dilengkapai surat perintah tugas maupun perlengkapan lainnya. Bahkan tata cara dan perlengkapan razia baik siang maupun di malam hari telah diatur alat kelengkapannya, pada pasal 22 Peraturan tersebut diatas.
Artinya, kredibilitas Heri Ompusunggu sebagai Kasat Lantas patut dipertanyakan, apakah tidak mengerti peraturun, atau memang sengaja menyita paksa sepeda motor tersebut untuk menunjukkan bahwa dialah penguasa tertinggi di bidang lalu lintas di wilayah hukum Polresta Bekasi Kota sehingga dapat bertindak semaunya saja, atau memang Polri yang tidak siap dalam menempatkan pejabat dilingkungan Polri pada jabatan strategis.
“Kepada saya beliau berkata, ‘saya kan Kasat Lanatas, hari ini pun motor ini bisa saya keluarkan’, pada pembicaraan berlangsung melalui telepon seluler. (Bersambung/Novel/Ebet S)
Baca Edisi Cetak versi pdf di
http://wantaracetakpdf.blogspot.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar